9 Des 2013

syirkah.Fiqih Muamalah




A.    Pengertian Syirkah
Syirkah, menurut bahasa Arabnya artinya adalahpercampuran atau interaksi[1]. Adapun menurut istilah syirkah ialah perjanjian antara dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam berdagang dengan cara menyerahkan modal masing-masing, yang keuntungan dan kerugiannya diperhitungkan menurut besar kecilnya modal masing-masing.[2]

B.     Dasar  Hukum syirkah.
Syarikah sangat dianjurkan dan dituntut oleh agama karena dapat mempererat hubungan antara seseorang dengan orang lain, yang dapat menimbulkan perasaan setia kawan dan memperdalam Ukhuwah Islamiah, selama tidak ada yang berkhianat.[3]
Allah SWT berfirman dalam sebuah hadis qudsi:
قَالَ :قَالَ سَلَّمَ وَ عَلَيْه اللهُ صَلَّى  النَّبِيّ عَنِ عَنْهُ اللهُ ضِيَ رَ يْرَةَ هُرَ أَبِيْ  عَنْ
خَرَجْتُ خَانَهُ فَاِذَا صَاحِبَهُ هُمَا أَحَدُ يَخُنْ مَالَمْ الشَّرِيْكَيْنِ ثَالِثُ أَنَا :تَعَالَى اللهُ
(داود أبو رواه)   بَيْنِهِمَا مِنْ
Artinya:
“ Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi SAW. Beliau bersabda, Allah Ta’ala berfirman, Aku adalah orang ketiga diantara dua orang yang bersyarikat selama salah seorang diantara keduanya berkhianat terhadadap saudaranya (temannya), bila ia berkhianat, keluarlah Aku dari antara keduanya.”(H. R. Abu Daud)[4]
Sedangankan dalam ayat Al-qur’an yang memerintahkan agar ummat islam saling tolong menolong dalam berbuat kebaikan, seperti dalam QS.AL-Maaidah : 2 dapat dijadikan dasar hukum syirkah karena merupakan salah satu bentuk pelaksanaan perintah tolong menolong berbuat kebaikan dalam hal penghidupan.
  Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan ( pula ) menggangu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan kerendhan dari Rabbnya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan  jangan sekali-sekali kebencian (mu) kepada sesuatu kaum karena  menghalang-halangi kamu dari  Majidil Haram,”

C. Macam- Macam Syirkah
Syirkah itu ada dua macam: [5]
Pertama syirkah MIlik (syirkah Amalak ). Yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih dalam kepemilikan salah satu barang dengan salah satu sebab kepemilikannya, seperti jual beli, hibah, atau warisan.
Kedua Syirkah tradisionil ( Syirkatul Uqud). Yakni akad kerjasama antara dua orang yang bersekutu dalam modal dan keuntungan.
Macam- macam Syirkah Tradisional menurut mayoritas ulama terbagi menjadi beberapa bagian berikut:
1. Syirkah Abdan[6]
Syarikat badan, yaitu perjanjian antara dua orang atau lebih untuk bersyarikat dalam suatu usaha, dalam satu jenis pekerjaan atau berlainan tanpa menyatukan hartanya masing-masing, seperti, tukang pikul bersyarikat dengan sesame tukang pikul, tukang jahit dengan tukang jahit, dan sebagainya. Menurut pengarang kitab Subulussalam, syarikat badan merupakan perjanjian kerjasama antaraanggota syarikat untuk melakukan pekerjaan tertentu. Dalam arti, tiap-tiap anggota mewakili pekerjaan dari temannya menurut kesanggupan masing-masing, sedangkan penghasilan yang diperoleh dibagi menurut perjanjian sewaktu akad.
Hadawiah dan Abu Hanafiah berpendapat bahwa persyarikatan semacam itu sah. Akan tetapi, Syafi’i menyatakan tidak sah karena mengandung tipuan, sebab mungkin diantaranya ada yang bekerja keras dan ada pula yang bekerja seenaknya saja.
Abu Tsur dan Ibnu Hazmin dengan tegas menyatakan bahwa persyarikatan badan semacam itu tidak boleh dilakukan dalam usaha apa saja. Bila terjadi juga, persyarikatan itu batil.
2. Syarikat Mufawadhah
Syariakat Mufawadhah ialah penunjukan seseorang dari dua orang yang bersyarikat untuk atau lebih untuk memperdagangkan hartanya, baik ketika ia berada ditempat, atau tidak.[7]
3. Syarikat Wujuh[8]
Syarikat Wujuh ialah perjanjian antara dua orang atau lebih yang bersyarikat untuk berdagang menurut kesanggupan masing-masing dan pembagian keuntungan dilakukan secara rata.
Hal ini jelas mengandung gurur (tipu daya) karena tidak ada barang yang dipersyariatkan atau hanya satu yang mempunyai barang, sedangkan yang lain tidak ada.
4. Syarikah Inan
Syarikat inan ialah perjanjian antara dua orang atau lebih yang bersyarikat dengan harta kepunyaan masing-masing untuk sama-sama berdagang, sedangkan keuntungan dibagi menurut banyaknya pokok masing-masing. Inan artinya (kelihatan) barang yang disyarikatkan itu.[9]

D. Hukum Syirkah Menurut Imam Syafi’i[10]
 Hukum syirkah ketiga itu yaitu syarikat badan, syarikat mufawadhah dan syarikat wajah tidak boleh atau tidak syah dilakukan. Sebab  mengandung penipuan antara kedua belah piahak, yaitu usaha masing-masing belum tentu sama, sedangkan modal tidak ada yang disyaratkan. Dalam harata mungkin harta (pokok) meereka berlebihan atau berkurang atau mungikn seorang tidak mempunyai modal, sedangkan keuntungannya dibagi dua. Dengan demikian, salah seorang tentu memakan hak yang lain dengan cara batil.
Syarikat yang sah ialah syarikat yang keempat yaitu syirkah inan. Syarikat inilah yang dilakukan oleh Nabi SAW, syariakt ini terpelihara dari tipu-menipu. Hadis Rasulullah SAW menyatakan:
Yang artinya:
“ Dari Saib Al-Makhazumi r.a. bahwa ia adalah syarikat( kawan syarikat ) Nabi SAW sebelum beliau diangkatmenjadi Rasul, ketika ia dating pada hari Fatah( waktu mekah ditaklukakan kaum muslimin), Rasulullah SAW bersabdaselamat datang saudara dan teman syarikatku ”
( H.R. Ahmad dan Abu Dawud) 
Namun ada beberapa ulama’ yang membolehkan syirkah wujuh yaitu menurut kalangan Hanafi dan Hambali .[11]




E. Rukun- rukun Syirkatul Inan

Rukun-rukun syirkahtul Inan ada tiga:[12]
1.      Dua transaktor. Keduannya harus memiliki kompetensi,yakni akil baligh dan mampu membuat pilahan. Boleh saja beraliasi dengan non muslim dengan cattan pihak non muslim itu tidak boleh mengurus modal sendirian, karena dikhawatirkan akan memasuki lubang- lubang bisnis yang diharamkan. Kalau aktifitas non muslim itu selalu dipantau oleh oleh pihak muslim tidak menjadi masalah. Namun persoalannya akan lebih bebas dan terbuka bila beraliasi dengan sesame muslim.
2.       Objek Transaksi yaitu meliputi modal, usaha dan keuntungan.

3.       Pelafalan akad/ perjanjian.




Daftar Pustaka

Ash-Shawi , Shalah dan  Abdullah Al-Mushlih.2004. Fiqih Ekonomi Keuangan Islam. Darul Haq, Jakarta.
Abidin,  Zainal dan Ibnu Masud. 2007. Fiqih Madzhab Syafi’i. CV Pustaka Setia, Bandung.
Rifa’I, Moh.1987. Fiqih Islam, PT. Karya Toha Putra, Semarang.
Rasjid, Sulaiman.2011. Fiqih Islam,Sinar Baru Al Gensindo, Bandung.









[1] Ash-Shawi Shalah, Abdullah Al-Mushlih, Fiqih Ekonomi Keuangan Islam, Darul Haq, Jakarta. 2004,hlm.146
[2]  Abidin Zainal,Ibnu Masud , Fiqih Madzhab Syafi’ I, CV Pustaka Setia, Bandung.2007, hlm. 111
[3] Ibid.hlm.111-112
[4] Rifa’I Moh. Fiqih Islam,PT. Karya Toha Putra, Semarang.1978,hlm.422
[5] Ash-Shawi Shalah, Abdullah Al-Mushlih, Op Cit hlm.147-148
[6] Abidin Zainal,Ibnu Masud, Op Cit hlm.112
[7] Ash-Shawi Shalah, Abdullah Al-Mushlih, Loc Cit.
[8] Abidin Zainal,Ibnu Masud,Op Cit.hlm.113
[9] Rasjid Sulaiman. Fiqih Islam,Sinar Baru Al Gensindo, Bandung. 2011, hlm.296
[10] Abidin Zainal,Ibnu Masud,Loc Cit
[11] Ash-Shawi Shalah, Abdullah Al-Mushlih,hlm.148
[12] Ibid.hlm.150

Tidak ada komentar:

Posting Komentar