A. Pengertian
Syirkah
Syirkah, menurut bahasa Arabnya artinya adalahpercampuran
atau interaksi[1].
Adapun menurut istilah syirkah ialah perjanjian antara dua orang atau lebih untuk
bekerja sama dalam berdagang dengan cara menyerahkan modal masing-masing, yang
keuntungan dan kerugiannya diperhitungkan menurut besar kecilnya modal
masing-masing.[2]
B. Dasar Hukum syirkah.
Syarikah sangat dianjurkan dan dituntut
oleh agama karena dapat mempererat hubungan antara seseorang dengan orang lain,
yang dapat menimbulkan perasaan setia kawan dan memperdalam Ukhuwah Islamiah, selama tidak ada yang
berkhianat.[3]
Allah
SWT berfirman dalam sebuah hadis qudsi:
قَالَ :قَالَ سَلَّمَ وَ عَلَيْه اللهُ
صَلَّى النَّبِيّ عَنِ عَنْهُ اللهُ ضِيَ رَ
يْرَةَ هُرَ أَبِيْ عَنْ
خَرَجْتُ خَانَهُ فَاِذَا صَاحِبَهُ هُمَا
أَحَدُ يَخُنْ مَالَمْ الشَّرِيْكَيْنِ ثَالِثُ أَنَا :تَعَالَى اللهُ
(داود أبو رواه) بَيْنِهِمَا
مِنْ
Artinya:
“ Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi
SAW. Beliau bersabda, Allah Ta’ala berfirman, Aku adalah orang ketiga diantara
dua orang yang bersyarikat selama salah seorang diantara keduanya berkhianat
terhadadap saudaranya (temannya), bila ia berkhianat, keluarlah Aku dari antara
keduanya.”(H. R. Abu Daud)[4]
Sedangankan dalam ayat Al-qur’an yang
memerintahkan agar ummat islam saling tolong menolong dalam berbuat kebaikan,
seperti dalam QS.AL-Maaidah : 2 dapat dijadikan dasar hukum syirkah karena
merupakan salah satu bentuk pelaksanaan perintah tolong menolong berbuat
kebaikan dalam hal penghidupan.
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
melanggar syiar-syiar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram,
jangan ( pula ) menggangu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka
mencari karunia dan kerendhan dari Rabbnya dan apabila kamu telah menyelesaikan
ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan
jangan sekali-sekali kebencian (mu) kepada sesuatu kaum karena menghalang-halangi kamu dari Majidil Haram,”
C.
Macam- Macam Syirkah
Syirkah itu ada dua macam: [5]
Pertama syirkah MIlik (syirkah Amalak ).
Yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih dalam kepemilikan salah satu
barang dengan salah satu sebab kepemilikannya, seperti jual beli, hibah, atau
warisan.
Kedua Syirkah tradisionil ( Syirkatul
Uqud). Yakni akad kerjasama antara dua orang yang bersekutu dalam modal dan
keuntungan.
Macam-
macam Syirkah Tradisional menurut mayoritas ulama terbagi menjadi beberapa
bagian berikut:
1.
Syirkah Abdan[6]
Syarikat badan, yaitu perjanjian antara
dua orang atau lebih untuk bersyarikat dalam suatu usaha, dalam satu jenis
pekerjaan atau berlainan tanpa menyatukan hartanya masing-masing, seperti,
tukang pikul bersyarikat dengan sesame tukang pikul, tukang jahit dengan tukang
jahit, dan sebagainya. Menurut pengarang kitab Subulussalam, syarikat badan
merupakan perjanjian kerjasama antaraanggota syarikat untuk melakukan pekerjaan
tertentu. Dalam arti, tiap-tiap anggota mewakili pekerjaan dari temannya
menurut kesanggupan masing-masing, sedangkan penghasilan yang diperoleh dibagi
menurut perjanjian sewaktu akad.
Hadawiah dan Abu Hanafiah berpendapat
bahwa persyarikatan semacam itu sah. Akan tetapi, Syafi’i menyatakan tidak sah
karena mengandung tipuan, sebab mungkin diantaranya ada yang bekerja keras dan
ada pula yang bekerja seenaknya saja.
Abu Tsur dan Ibnu Hazmin dengan tegas
menyatakan bahwa persyarikatan badan semacam itu tidak boleh dilakukan dalam
usaha apa saja. Bila terjadi juga, persyarikatan itu batil.
2.
Syarikat Mufawadhah
Syariakat Mufawadhah ialah penunjukan
seseorang dari dua orang yang bersyarikat untuk atau lebih untuk
memperdagangkan hartanya, baik ketika ia berada ditempat, atau tidak.[7]
3.
Syarikat Wujuh[8]
Syarikat Wujuh ialah perjanjian antara dua
orang atau lebih yang bersyarikat untuk berdagang menurut kesanggupan
masing-masing dan pembagian keuntungan dilakukan secara rata.
Hal ini jelas mengandung gurur (tipu
daya) karena tidak ada barang yang dipersyariatkan atau hanya satu yang
mempunyai barang, sedangkan yang lain tidak ada.
4.
Syarikah Inan
Syarikat inan ialah perjanjian antara
dua orang atau lebih yang bersyarikat dengan harta kepunyaan masing-masing
untuk sama-sama berdagang, sedangkan keuntungan dibagi menurut banyaknya pokok
masing-masing. Inan artinya (kelihatan) barang yang disyarikatkan itu.[9]
D.
Hukum Syirkah Menurut Imam Syafi’i[10]
Hukum
syirkah ketiga itu yaitu syarikat badan, syarikat mufawadhah dan syarikat wajah
tidak boleh atau tidak syah dilakukan. Sebab mengandung penipuan antara kedua belah piahak,
yaitu usaha masing-masing belum tentu sama, sedangkan modal tidak ada yang
disyaratkan. Dalam harata mungkin harta (pokok) meereka berlebihan atau
berkurang atau mungikn seorang tidak mempunyai modal, sedangkan keuntungannya
dibagi dua. Dengan demikian, salah seorang tentu memakan hak yang lain dengan
cara batil.
Syarikat yang sah ialah syarikat yang
keempat yaitu syirkah inan. Syarikat inilah yang dilakukan oleh Nabi SAW,
syariakt ini terpelihara dari tipu-menipu. Hadis Rasulullah SAW menyatakan:
Yang
artinya:
“
Dari Saib Al-Makhazumi r.a. bahwa ia adalah syarikat( kawan syarikat ) Nabi SAW
sebelum beliau diangkatmenjadi Rasul, ketika ia dating pada hari Fatah( waktu
mekah ditaklukakan kaum muslimin), Rasulullah SAW bersabdaselamat datang
saudara dan teman syarikatku ”
(
H.R. Ahmad dan Abu Dawud)
Namun
ada beberapa ulama’ yang membolehkan syirkah wujuh yaitu menurut kalangan
Hanafi dan Hambali .[11]
E.
Rukun- rukun Syirkatul Inan
Rukun-rukun
syirkahtul Inan ada tiga:[12]
1.
Dua transaktor. Keduannya harus memiliki
kompetensi,yakni akil baligh dan mampu membuat pilahan. Boleh saja beraliasi
dengan non muslim dengan cattan pihak non muslim itu tidak boleh mengurus modal
sendirian, karena dikhawatirkan akan memasuki lubang- lubang bisnis yang
diharamkan. Kalau aktifitas non muslim itu selalu dipantau oleh oleh pihak
muslim tidak menjadi masalah. Namun persoalannya akan lebih bebas dan terbuka
bila beraliasi dengan sesame muslim.
2.
Objek Transaksi yaitu meliputi modal, usaha
dan keuntungan.
3. Pelafalan akad/ perjanjian.
Daftar Pustaka
Ash-Shawi ,
Shalah dan Abdullah Al-Mushlih.2004. Fiqih Ekonomi Keuangan Islam. Darul Haq,
Jakarta.
Abidin, Zainal dan Ibnu Masud. 2007. Fiqih Madzhab Syafi’i. CV Pustaka Setia,
Bandung.
Rifa’I,
Moh.1987. Fiqih Islam, PT. Karya Toha
Putra, Semarang.
Rasjid,
Sulaiman.2011. Fiqih Islam,Sinar Baru
Al Gensindo, Bandung.
[1]
Ash-Shawi Shalah, Abdullah Al-Mushlih, Fiqih
Ekonomi Keuangan Islam, Darul Haq, Jakarta. 2004,hlm.146
[2]
Abidin Zainal,Ibnu Masud , Fiqih Madzhab Syafi’ I, CV Pustaka
Setia, Bandung.2007, hlm. 111
[3]
Ibid.hlm.111-112
[4] Rifa’I
Moh. Fiqih Islam,PT. Karya Toha
Putra, Semarang.1978,hlm.422
[5] Ash-Shawi
Shalah, Abdullah Al-Mushlih, Op Cit hlm.147-148
[6] Abidin
Zainal,Ibnu Masud, Op Cit hlm.112
[7] Ash-Shawi
Shalah, Abdullah Al-Mushlih, Loc Cit.
[8] Abidin
Zainal,Ibnu Masud,Op Cit.hlm.113
[9]
Rasjid Sulaiman. Fiqih Islam,Sinar Baru Al Gensindo, Bandung. 2011, hlm.296
[10] Abidin
Zainal,Ibnu Masud,Loc Cit
[11] Ash-Shawi
Shalah, Abdullah Al-Mushlih,hlm.148
[12]
Ibid.hlm.150
Tidak ada komentar:
Posting Komentar